BANGSA ini gemar memproduksi yang palsu-palsu. Pernah ada beras palsu dan vaksin palsu. Sumpah pejabat pun banyak yang palsu.
Jangan pula yang palsu-palsu itu bertambah dengan berita palsu alias hoax. Hoax ialah berita palsu yang diproduksi dengan tujuan menyerang orang atau kelompok tertentu. Berita palsu lebih parah ketimbang beras palsu, vaksin palsu bahkan sumpah palsu karena ia menggerus intelektualitas dan akal sehat kita ke titik nadir.
Bukan cuma menggerus akal sehat kalangan awam, hoax ternyata juga mengikis intelektualitas kaum terpelajar sekelas doktor dan profesor. Bayangkan, kaum terpelajar yang semestinya kritis, malah melahap bulat-bulat berita palsu dan dengan enteng menyebarkannya.
Bahkan ada intelektual yang seperti hendak melegitimasi hoax dengan argumentasi macam-macam. Ia mengaburkan definisi hoax. Padahal, kita tahu betul posisi politiknya. Kita jadi curiga jangan-jangan dia dan kelompoknya yang selama ini rajin memproduksi hoax untuk menjatuhkan lawan-lawan politik mereka. Jika itu yang terjadi, sungguh hal itu merupakan pengkhianatan kaum intelektual.
Kaum terpelajar yang menelan bulat-bulat hoax dan menyebarkannya, apalagi gemar memproduksinya, ialah intelektual palsu sepalsu palsunya.
Jangan anggap enteng hoax. Pengaruh buruk hoax amat dahsyat. Jangan berpikir menebar hoax lewat media sosial seperti bermain game.
Dalam permainan game kita menyerang lawan dan itu sama sekali tak ada pengaruhnya terhadap lawan karena sang lawan tidak ada di dunia nyata. Bermain hoax lewat media sosial jelas punya pengaruh besar terhadap yang diserang karena yang diserang tersebut ada dalam dunia nyata.
Bukan cuma menghancurkan mereka yang diserang, hoax, seperti kata imam besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, bahkan bisa memorakporandakan negara. Oleh karena itu, berhentilah bermain-main dengan hoax. Berhentilah mengkhianati intelektualitas dan akal sehat Anda.
Kita semua mesti bergerak melawan hoax. Kita mengapresiasi gerakan melawan hoax yang dideklarasikan di sejumlah kota kemarin. Kita berharap gerakan ini makin membesar, menjalar ke seluruh negeri.
Gerakan anti-hoax itu juga disertai gerakan literasi media sosial. Ini penting agar rakyat melek media sosial, tidak menelan bulat informasi palsu, apalagi menyebarkannya.
Literasi media tampaknya harus diberikan dulu kepada kaum terpelajar. Sungguh ironis. Kaum terpelajar semestinya mengajarkan literasi media kepada kalangan awam. Namun, justru kaum terpelajar yang mesti lebih dulu dididik dengan literasi media.
Kita juga mendukung negara yang menerapkan rule of law terhadap media sosial penebar hoax dan para pembuatnya. Kita meminta negara jangan ragu menegakkan hukum terhadap perbuatan membuat dan menyebarkan informasi palsu.
Dengan begitu, negara menegaskan bahwa Indonesia tak punya tempat bagi berita palsu dan para pemalsu berita. Terhadap berita palsu dan para pemalsunya, hanya ada satu kata, lawan!